Suatu pagi saya mengikuti kajian tafsir Al Quran surat Al Insyiqaaq. Salah satu surat makkiyah yang menggambarkan peristiwa-peristiwa pada permulaan terjadinya hari kiamat, peringatan bahwa manusia bersusah payah menemui Tuhannya, dalam menemui Tuhannya kelak ada yang mendapat kebahagiaan dan ada pula yang mendapat kesengsaraan, tingkat-tingkat kejadian dan kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Berbeda dengan surat-surat madaniyah yang jelas tersurat, surat makkiyah memiliki ciri khas bahasa tersirat yang tajam.
Apabila langit terbelah, dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh, dan apabila bumi diratakan, dan dilemparkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong, dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh, (pada waktu itu manusia akan mengetahui akibat perbuatannya). Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya. (Al Insyiqaaq 1-6)
Membacanya saja bikin merinding. Apalagi mentadabburinya satu per satu. Pantas saja Umar yang berwatak keras sering menangis membaca firman-firman Nya ini. Masih jauh sekali rasanya.
Di ayat ke enam surat Al Insiqaaq ini, Allah sendiri yang menjamin bahwa kita pasti akan menemuiNya. Karena sesungguhnya segala susah payah yang kita lakukan di dunia hanya untuk menuju Nya. Tapi sayang, Allah tidak menjamin kita dalam keadaan bahagia saja ketika menemuiNya kelak.
Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: “Celakalah aku.” Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir). (Al Insyiqaaq 10-13)
Sampai ayat ini saja rasanya lidah sudah tak mampu lagi berucap.
Pernahkah kamu membayangkan jika saja hari ini adalah hari terakhirmu ? tidak tidak. Bagaimana jika pagi ini adalah pagi terakhirmu ? Apa yang menjamin mu akan menemuiNya dalam keadaan bahagia ? Sholat saja masih malas-malasan. Berdoa pun sekadarnya saja. Belum lagi suka menyakiti saudara sendiri. Ahh.. terlalu banyak maksiat yang dilakukan. Sedang hati masih saja cenderung pada dunia.
T.T